Lelaki agung itu berteduh di bawah rimbun pohon. Darah
mengalir dari kakinya. Matanya berair. Hatinya membuncah karena bersedih.
Lelaki itu adalah Muhammad SAW, yang dakwahnya disambut dengan caci maki dan
hujan lemparan batu di negeri Thaif. Lalu ia tumpahkan segala kegelisahan,
dalam bait-bait doa yang panjang...
“Ya Allah,
betapa lemah diri ini, betapa terbatas kemampuanku, dan betapa hinanya aku di
hadapan mereka. Wahai yang Maha Pengasih, Tuhan orang-orang yang lemah, kepada
siapa lagi aku kau serahkan? Apakah kepada orang-orang jauh yang telah berlaku
jahat terhadapku? Atau kepada musuh-musuh yang telah menguasaiku? Jika Engkau
tidak murka kepadaku, maka aku tak akan peduli. Tapi pengampunan Mu selalu
menghampar luas. Aku memohon perlindungan, dengan Nur wajah Mu yang menyinari
segalal kegelapan, agar tidak Kau murkai aku, dan tidak Kau benci aku. Sebab
Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridho. Tidak ada daya dan
kekuatan kecuali hanya dari Mu….”
Saudaraku, saat detik
demi detik nyaris habis dirampas senja, baru kita sadar, banyak hal belum kita
perbuat. Padahal tangan sudah terasa letih, langkah kaki mulai terhuyung, dan
nafas pun tersengal di tenggorokan. Lalu kita mengintip di celah waktu. Betapa
jalan masih terjal dan berliku. Laa haula walaa quwwata illa billah…Inilah
saatnya kita berhenti sejenak, memohon dalam segala ketidak berdayaan, kepada
Dzat Yang Maha Kuat dan Perkasa, dalam bait-bait doa yang panjang.
Saudaraku, Allah meminta
untuk berikhtiar, tapi sejatinya bukan ikhtiar itu yang mengantarkan pada
keberhasilan dan kemenangan. Bukan. Allah hanya ingin kita menjadi orang-orang
yang serius dalam beramal. Tapi tetap saja kunci kesuksesan itu ada dalam
genggaman Nya. Mungkin sederet rencana sudah kita buat, serangkaian amal telah
kita kerjakan. Dengan bersimbah peluh dan cucuran keringat, telah kita arungi
segala yang mungkin kita arungi. Tapi insyaflah, ada wilayah takdir dan
kehendak-Nya, yang tak terjangkau oleh makhluk lemah seperti kita. Maka,
untuk ruang ketidak pastian itu, biarlah kita mohon kepada Allah untuk
mengaturnya, sekali lagi, dengan bait-bait doa yang panjang.
Ya, bait-bait doa yang
panjang. Inilah kesempatan yang Allah berikan, agar kita dapat melewati
batas-batas ketidak mampuan. Maka, dalam sejarah para pahlawan yang gemilang,
cerita tentang doa adalah cerita tentang kekuatan yang dahsyat. Kekuatan yang
mampu menaklukkan benteng khaibar, membebaskan al quds, membuka konstantinopel
dan merambah negeri Andalusia.
Saudaraku, begitulah
dahsyatnya doa. Ke dalam hati, ia menghadirkan kekuatan. Pada jiwa, ia membulatkan tekad. Dan pada
ayunan langkah, ia memudahkan jalan. Sebab saat kita berdoa, itu artinya kita
tengah menghancurkan berhala keangkuhan diri, mengakui segala ketidak berdayaan
di hadapan Nya, sekaligus meminjam Tangan Ke Maha Perkasaan Allah, agar menyatu
dengan kekuatan usaha yang kita miliki. Simaklah cerita tentang perang badar,
saat setiap anak panah yang terlepas dari busur Rasulullah, selalu menghunjam
sepuluh leher musuh? Allah Yang Maha Agung lalu menjelaskannya;
فَلَمْ
تَقْتُلُوهُمْ
وَلَكِنَّ
اللَّهَ
قَتَلَهُمْ
وَمَا
رَمَيْتَ
إِذْ
رَمَيْتَ
وَلَكِنَّ
اللَّهَ
رَمَى
Maka (yang
sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh
mereka, dan bukan kamu yang memanah ketika kamu memanah, tetapi Allah-lah yang
memanah…
Saudaraku, hari ini kita
ingin mengulang kembali cerita itu. Laksana perang badar, kita ingin setiap satu
langkah yang kita ayun, membuka sepuluh pintu keberhasilan. Dengan dahsyatnya
kekuatan doa, tidak ada yang tidak mungkin. Maka jangan biarkan malam terbata
sendirian. Bisikkan doa terkhusyu`, pintalah hari esok yang terbaik. Rasakan
kedekatan dan kekuatan itu, merembes dalam sejuk alir darah, sebagaimana seorang
penyair pernah melukiskannya; …Tuhanku, di pintu Mu aku mengetuk, aku tak
bisa berpaling… (M. As`ad Mahmud, Lc)
Comments
Post a Comment