Agar Kebaikan Menjadi Karakter
Salah satu perintah terberat yang diterima
Nabi adalah istiqomah, yang maknanya terrumuskan dalam satu kata : konsistensi.
Sifat baik ini menjadi ukuran sejauh mana intensitas kedekatan kita dengan
Allah. Sebab sebagian (besar) penyimpangan yang terjadi di dunia ini, di
sebabkan ketiadaaan konsistensi. Seseorang mengetahui aturan, tapi kekuatannya
untuk berpegang pada aturan itu kalah oleh hawa nafsunya. Akhirnya ia melakukan
penyimpangan. Sedikit menggambarkan bagian dari dimensi istiqomah, begini sabda
rasul ;
وَأَنَّ أَحَبَّ
الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang langgeng,
meskipun sedikit
(HR Al Bukhory)
Mohon jangan salah mengerti, yang
kontinyu, meski sedikit. Penekanannya pada kontinuitasnya, bukan sedikitnya.
Artinya, jika mampu langgeng dan banyak, itu mulia sekali. Mengapa
kontinuitasnya yang ditekankan, dan kuantitas adalah hitungan berikut? Sebab ia
menunjukkan, sejauh mana rentetan amal yang kita lakukan tertanam menjadi
karakter yang menyatu dalam kepribadian. Maka, sedikit yang konsisten itu lebih
bagus, lebih dicintai Allah. Jauh lebih baik dari pada amal yang banyak tapi
datang dan pergi begitu saja. Tak berbekas sama sekali. Sebab ini menunjukkan keberhasilan
amal tersebut menjadi life style.
Tahapan-tahapan berikut bisa jadi panduan,
sebagai upaya menuju istiqomah;
a.
Keikhlasan niat dan motivasi
Manusia adalah makhluk yang lemah. Maka jika ada orang yang
beramal hanya untuk manusia, akan mudah putus harapan, gampang terhenti
amalnya. Begitu juga materi dan makhluk secara umumnya. Tak ada yang kekal dan
langgeng, sehingga tak kukuh jika jadi sandaran amal. Sedang Allah adalah Dzat
yang abadi. Janji-janjinya pasti. Sepasti surga dan neraka. Maka, jika ingin
amal kita awet dan berjangka panjang, sandarkanlah amal itu kepada Allah.
Sarananya dengan mengikhlaskan niat, berharapa balasan utama hanya dari Allah
b.
Mengikuti sunnatullah
Kehidupan ini berjalan mengikuti rumus – rumus tertentu. Ada Dzat
Maha Detil yang mengatur semuanya. Sampel sederhana, air mengalir dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah. Siang membawa rasa panas, dan malam
menghadirkan ketenangan. Begitu juga pada diri manusia, tak makan lapar, tak
minum haus, berlebihan aktifitas akan letih, tak pernah berolah raga akan
sakit. Ini rumus-rumus alami yang sudah diatur Allah, yang pada gilirannya
disebut sunnatullah.
Nah, rumus ini akan membantu manusia untuk menjaga konsistensi
amal. Jika ingin kinerja kita langgeng, janganlah menentang arus. Sistem kebut
semalam, lembur menahan kantuk dan lapar, berinfaq tak kenal ukuran, ini
indikator – indikator menentang sunnatullah. Bukan begitu sifat sifat amal yang
istiqomah. Itu bukan saja menurunkan kualitas kerja, tapi juga tak baik bagi
onderdil fisik dan psikis manusia. Mungkin pernah mendengar petuah, sama sama
berjumlah dua puluh, 2x10 itu lebih baik daripada 10 x 2, apalagi 20 x1.
Mengerti kan?
c.
Menghindari berlebih-lebihan / ghuluw
Berebihan itu tidak proporsional. Maka tentang kategori berlebihan
ini, sedikit banyaknya relatif, bisa berbeda setiap orang. Bagi yang sudah
lancar membaca al qur`an, sehari satu juz mungkin standar. Tapi bagi yang baru
bisa membaca al qur`an, sehari lima juz barang kali terlalu banyak. Nah, ghuluw
adalah beramal terlalu banyak melebihi kapasitasnya. Ketika sedang
semangat, beramal terus menerus, sampai lupa waktu. Ini rupanya tidak baik.
Nanti ketika nglokro, tiba-tiba berhenti secara total. Wajar saja, ia
beramal secara tidak proporsional. Mempergunakan potensi diri, fisik maupun
psikisnya di luar batas. Ibarat mesin yang digunakan diluar kapasitasnya, ia
akan cepat rusak dan aus.
Beginilah salah satu dimensi istiqomah ini mengajarkan kita, yakni
karakterisasi amal. Yang Allah inginkan adalah setiap ritual dan rutinitas amal
ibadah kita membentuk kepribadian. Menjadikan pelakunya sebagai sosok yang tekun , ulet dan konsisten,
seperti apapun kondisi yang meliputinya.
Comments
Post a Comment